"Kejadian itu begitu cepat, aku tak sempat menghindar, motor yang
kukendarai melaju begitu saja saat kucoba menghindari nenek tua yang
muncul tiba-tiba dari arah kanan." Herman bercerita dengan penuh
pendalaman matanya tajam menatap ke depan, seakan mengajak teman-teman
sekelasnya untuk khusyuk menyimak.
"Saat itu, aku dan adikku hendak pergi untuk mengaji kitab kuning setiap
malam rabu pon pada kiai Ahmad. Alhamdulillah aku tidak apa-apa saat
itu, adikku yang terlempar tiga atau empat meter dari tempatku terjatuh
mengalami luka yang cukup parah di kakinya"
"Kemudian?"
"Aku panik, masih untung adikku masih bisa ku papah meski darah di
kakinya tak berhenti mengalir. Aku bonceng dia dengan hati-hati. Ku
stater motorku dan membawanya mencari rumah sakit atau puskesmas
terdekat, adikku duduk lemas bersandar di punggungku, aku tidak tahu
raut mukanya, yang jelas aku panik, aku hanya berharap segera menemukan
rumah sakit" Suasana kelas semakin senyap menunggu Herman melanjutkan
ceritanya, sangat jarang Herman bisa bercerita begitu lancarnya,
biasanya yang ada dia hanya bercerita singkat dan hanya berupa
kesimpulan saja. Herman menghela nafas.
"Jalan terasa begitu panjang kendaraan menjadi sepi seiring dengan
jauhnya jarak yang aku tempuh, akhirnya aku menemukan sebuah rumah
sakit, yang masih diterangi dengan lampu-lampu listrik yang masih
menyala, para perawat masih tampak berjaga sambil terlihat menahan
kantuk yang terlihat menyiksanya."
"Aku menuju tempat yang ditunjuk arah UGD, segera kuantar adikku ke
sana. Kami disambut oleh petugas yang langsung membawa Rolling bed.
Alhamdulillah, adikku dirawat dengan cepat."
"Mana bagian misterinya?" Ujar Dinda yang dari tadi memasang telinga.
Dia sudah mendengar cerita ini dari teman Herman yang lain, dan ingin
menyimak langsung dari pelakunya.
"Saat itu, aku berfikir untuk keluar dan membeli air minum dan makanan
ringan, kulihat adikku sudah dirawat dengan baik dan aku sudah berani
meninggalkannya sebentar"
"Aku jalan kaki menuju sebuah warung sederhana 100 meter arah ke selatan
rumah sakit, warung sederhana khas warung tepi jalan yang biasa aku
lihat di kota"
"Aqua besar satu botol mas" pintaku.
"Ya... Ini 5000, dari mana mas?"
"Dari rumah sakit" jawabku singkat.
"Rumah sakit mana?" Tanyanya dengan sedikit menekan nada suaranya.
"Tu lho mas rumah sakit dekat sini tu lho aku lupa namanya"
"Mas... Rumah sakit itu sudah tutup sepuluh tahun yang lalu!!"
0 Komentar