Pendahuluan
Hari sabtu siang bulan september 1997, ratusan publik—kaya
miskin, Hindu, Muslim, dan Kristen—memenuhi sebuah jalan raya di Calcutta untuk
melihat Warga yang paling terkenal
diantara mereka untuk yang terakhir kali itulah Bunda Teresa[1].
"By blood, I am Albanian. By citizenship, an Indian.
By faith, I am a Catholic nun. As to my calling, I belong to the world. As to
my heart, I belong entirely to the Heart of Jesus[2]."
Itulah sepenggal ucapan yang keluar dari bibir sesosok
wanita yang terkenal di seluruh dunia Mother Teresa, seorang wanita yang bernama
asli Agnes Gonxha Bojaxhiu menjadi simbol perdamaian dunia, mengangkat “cinta”
dari gelepotan romantisme dan nafsu syahwat belaka, menjadi sebuah mutiara yang memiliki cahaya
dalam kehidupan, dia mengilustrasikan cinta sebagai “buah-buahan segala musim”
yang dapat dipetik setiap orang dan setiap saat.
Cinta dimaknai olehnya sebagai sesuatu yang sangat
spiritual, seperti mahabbah-nya Robiah Adawiyah, yaitu penyatuan diri
terhadap Tuhan lewat cinta, yang kemudian terefleksikan selain dengan
membaktikan diri sepenuhnya terhadap Tuhan (hubungan vertikal), juga
menyebarkan perdamaian dan cinta terhadap kaum papa, miskin, tertindas dan
tersingkirkan.
Lepas dari agama apakah yang dia anut sekaligus
menghindari perdebatan antara surga dan neraka, Bunda Teresa menjadi inspirasi
bagi seluruh dunia, untuk menjadi penolong bagi kaum yang lemah, yang semakin
terhimpit dengan krisis global. Wanita yang menutup usia pada tahun 1997.
memberikan teladan untuk lebih mengenal lingkungan yang paling dekat dengan
kita.
Cinta dengan kearifannya telah menjadi kekuatan spiritual
yang menolong yang sengsara karena tertindas dan tersingkirkan, cinta menjadi background
manusia untuk menjaga eksistensinya dalam menghadapi, krisis dunia, dan
penindasan.
Biografi Mother Teresa
Agnes Gonxha Bojaxhiu yang lebih banyak dikenal dengan
nama Mother Teresa lahir pada 26 Agustus 1910 di sebuah kota yang bernama
Skopje di sebelah tenggara Benua Eropa, Albania. Saat ini Skopje adalah Kota besar Republik
Macedonia. Kota yang mempunyai populasi penduduk sekitar duapuluh lima ribu
jiwa ini mempunyai musim panas yang lebih panjang dan kering, tapi musim
penghujannya dingin dan berkabut.[3]
Agnes terlahir sebagai keluarga besar Bojaxhiu mempunyai
adat mendidik sedini mungkin anak2 mereka dengan keimanan dan cinta tanah air (Faith
and Fatherland). Kebiasaan ini sudah
mengakar kuat di keluarga Bojaxhiu, semangat nasionalisme menjadi sebuah kebanggaan
tersendiri bagi penduduk Albania hal ini terwujud berkat ayah dari keluarga ini
yaitu Nikola Bojaxhiu dan terus menerus dari generasi ke generasi[4].
Bunda Teresa merupakan anak bungsu dari pasangan Nikola
dan Drane Bojaxhiu. Ia memiliki dua saudara perempuan dan seorang saudara
lelaki. Ketika berusia delapan tahun,
ayahnya meninggal dunia, dan meninggalkan keluarganya dengan kesulitan
finansial. Meski demikian, ibunya memelihara Gonxha dan ketiga saudaranya
dengan penuh kasih sayang. Drane Bojaxhiu, ibunya, sangat memengaruhi karakter
dan panggilan pelayanan Gonxha.
Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam
kelompok pemuda jemaat lokalnya yang bernama Sodality. Melalui keikutsertaannya
dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha menjadi
tertarik dalam hal misionari. Tampaknya hal inilah yang kemudian berperan dalam
dirinya sehingga pada usia tujuh belas, ia merespons panggilan Tuhan untuk
menjadi biarawati misionaris Katolik.
Pada tanggal 28 November 1928, ia bergabung dengan
Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of
Loretto, sebuah komunitas yang dikenal dengan pelayanannya di India. Ketika
mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto, ia memilih nama
Teresa dari Santa Theresa Lisieux[5].
Suster Teresa pun
dikirim ke India untuk menjalani pendidikan sebagai seorang biarawati. Setelah
mengikrarkan komitmennya kepada Tuhan, ia pun mulai mengajar pada St. Mary’s
High School di Kalkuta. Di sana ia mengajarkan geografi dan Katekisasi. Dan
pada tahun 1944, ia menjadi kepala sekolah St. Mary.
Akan tetapi,
kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC sehingga tidak bisa lagi mengajar.
Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun dikirim ke Darjeeling.
Pada 10 September tahun 1946, saat Mother Teresa menempuh
perjalana kereta api malam hari dari Calcutta menuju Dajeeling , tiba-tiba dia
mendengar suara “berbicara” dalam hatinya. Dia percaya itu adalah suara surga
yang memanggilnya untuk untuk memberikan kenyamanan dunia dengan memantabkan
diri menjadi biarawati. “Panggillan” inilah yang dia sebut dengan “Call
within Call” dan disebut juga hari penuh inspirasi[6]. Kala
itu, ia merasakan belas kasih bagi banyak jiwa, sebagaimana yang dirasakan oleh
Kristus, merasuk dalam hatinya dan menjadi prinsip hidupnya.
Selama berbulan-bulan, ia mendapatkan sebuah visi bagaimana Kristus
menyatakan kepedihan kaum miskin yang ditolak. Pada tahun 1948, pihak Vatikan
mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya
di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya ia
memakai pakaian putih yang dilengkapi dengan kain sari bergaris biru.
Ia memulai
pelayanannya dengan membuka sebuah sekolah pada 21 Desember 1948 di lingkungan
yang kumuh. Karena tidak memiliki dana, ia membuka sekolah terbuka, di sebuah
taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya pengenalan akan hidup yang sehat, di samping
mengajarkan membaca dan menulis pada anak-anak yang miskin. Selain itu,
berbekal pengetahuan medis, ia juga membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya
dan merawat mereka[7].
Tuhan memang tidak
pernah membiarkan anak-anak-Nya berjuang sendirian. Inilah yang dirasakan oleh
Bunda Teresa tatkala perjuangannya mulai mendapat perhatian, tidak hanya
individu-individu, melainkan juga dari berbagai organisasi gereja.
Pada 19 Maret 1949,
salah seorang muridnya di St. Mary bergabung dengannya. Diinspirasi oleh
gurunya itu, ia membaktikan dirinya untuk pelayanan kasih bagi mereka yang
sangat membutuhkan.
Segera saja mereka
menemukan begitu banyak pria, wanita, bahkan anak-anak yang sekarat. Mereka
telantar di jalan-jalan setelah ditolak oleh rumah sakit setempat. Tergerak
oleh belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan barunya itu pun menyewa sebuah
ruangan untuk merawat mereka yang sekarat.
Pada tanggal 7
Oktober 1950, Missionary of Charity didirikan di Kalkuta. Mereka yang tergabung
di dalamnya pun semakin teguh untuk melayani dengan sepenuhnya memberi diri
mereka untuk melayani kaum termiskin di antara yang miskin. Mereka tidak pernah
menerima pemberian materi apa pun sebagai balasan atas pelayanan yang mereka
lakukan.
Pada awal 1960-an,
Bunda Teresa mulai mengirimkan suster-susternya ke daerah-daerah lain di India.
Selain itu, pelayanan dari Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di
Venezuela (1965), yang kemudian diikuti oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon,
Tanzania Roma, dan Australia yang ditujukan untuk merawat kaum miskin.
Setelah Missionary
of Charity, sejumlah yayasan pun didirikan untuk memperluas pelayanan Bunda
Teresa. Yang pertama ialah Association of Coworkers sebagai afiliasi dari
Missionary of Charity. Asosiasi ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada
26 Maret 1969. Meskipun merupakan afiliasi Missionary of Charity, asosiasi ini
memiliki anggaran dasar tersendiri.
Selama tahun-tahun
berikutnya, dari semula melayani hanya dua belas, Missionary of Charity
berkembang hingga dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat pelayanan
tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin dan telantar. Ia
membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita, sekarat, dan ditolak oleh
masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung halamannya di Albania. Ia juga salah
satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.
Berkat baktinya
bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa pun mendapatkan berbagai penghargaan
kemanusiaan. Pada tahun 1979, ia menerima John XXIII International Prize for
Peace. Penghargaan ini diberikan langsung oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang
sama, ia juga memperoleh penghargaan Good Samaritan di Boston.
Setelah mengabdikan
dirinya selama bertahun-tahun di India, tentu saja pemerintah India tidak
menutup mata akan pelayanannya. Maka pada tahun 1972, Bunda Teresa menerima
Pandit Nehru Prize.
Setahun kemudian,
ia menerima Templeton Prize dari Pangeran Edinburgh. Ia terpilih untuk menerima
penghargaan tersebut dari dua ribu kandidat dari berbagai negara dan agama oleh
juri dari sepuluh kelompok agama di dunia.
Puncaknya ialah
pada tahun 1979 tatkala ia memperoleh hadiah Nobel Perdamaian. Hadiah uang
sebesar $6.000 yang diperolehnya disumbangkan kepada masyarakat miskin di
Kalkuta. Hadiah tersebut memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang
selama setahun penuh. Ia berkata bahwa penghargaan duniawi menjadi penting
hanya ketika penghargaan tersebut dapat membantunya menolong dunia yang
membutuhkan.
Pada tahun 1985,
Bunda Teresa mendirikan pusat rehabilitasi pertama agi korban AIDS di New York.
Menyusul kemudian sejumlah rumah penampungan yang didirikan di San Fransisco
dan Atlanta. Berkat upayanya ini, ia mendapatkan Medal of Freedom.
Pelayanan Bunda
Teresa sama sekali tidak mengenal batas. Dipupuk di kampung halamannya, ia
mengawali pelayanan di India. Dari India, pelayanannya meluas hingga ke seluruh
penjuru dunia. Ia, di antaranya, berkunjung ke Etiopia untuk menolong korban
kelaparan, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.
Memasuki tahun
1990-an, kondisi tubuh Bunda Teresa tidak mengizinkannya melakukan aktivitas
yang berlebihan, khususnya setelah serangan jantung pada 1989. Kesehatannya
merosot, sebagian karena usianya, sebagian karena kondisi tempat tinggalnya,
sebagian lain dikarenakan perjalanannya ke berbagai penjuru dunia. Menyadari
kondisi kesehatannya yang demikian, Bunda Teresa meminta Missionary of Charity
untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13 Maret 1997, Suster Nirmala terpilih
untuk meneruskan pelayanan Bunda Teresa.
Bunda Teresa
akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997 dalam usia 87 tahun.
Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri pemakamannya. Upacara pemakaman
diadakan pada 13 September 1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas
15.000 orang. Atas kebijakan Missionary of Charity, sebagian besar yang
menghadiri upacara tersebut adalah orang-orang yang selama ini dilayani oleh
Bunda Teresa.
Pesan Kemanusiaan
Bunda Teresa
Tiga Belas Pesan Bunda Teresa yang paling terkenal
adalah;
- Berbicara sesedikit mungkin tentang diri sendiri.
- Uruslah sendiri persoalan-persoalan pribadi.
- Hindarilah rasa ingin tahu.
- mecampuri urusan orang lain.
- Terimalah pertentangan dengan kegembiraan.
- Janganlah memusatkan perhatian kepada kesalahan orang lain
- Terimalah hinaan dan caci maki.
- Mengalah terhadap kehendak orang lain.
- Terimalah celaan walaupun Anda tidak layak menerimanya.
- Bersikaplah sopan dan peka , sekalipun seorang memancing amarah Anda.
- Jangan mencoba agar dikagumi dan dicintai.
- Bersikaplah mengalah dalam perbedaan pendapat, walaupun Anda benar.
- Pilihlah selalu yang tersulit[8].
Ajaran Cinta Mother Teresa dalam
Perspektif Tasawuf Islam
Mencintai yang lemah, tertindas dan terusir itulah ajaran inti Bunda Teresa
lewat teladan langsung dengan tangan beliau sendiri, berbagai yayasan sosial
didirikan untuk menaugi kaum papa sekaligus kaum yang terasingkan dari
masyarakat. Barbagai penghargaan yang beliau terima menjadi bukti nyata
perjalanan beliau mengayomi kaum minoritas.
Jika kita telaah tasawuf Islam tidak sedikit kita temukan ajaran tentang
menyayangi seluruh umat manusia, Rasulullah pun mengajarkan kepada kita untuk
saling menyayangi sesama umat manusia.
Nabi SAW bersabda, “Tidaklah sempurna
iman kalian sehingga kallan sallng berkasih sayang kepada sesama kalian”.
Mereka (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, kami semua menaruh kasih
sayang.” Nabi bersabda,”Kasih saying yang dimaksud bukan sekedar ditujukan
kepada salah seorang sahabatnya, dalam llngkup terbatas, tetapi rasa kasih
sayang itu hendaklah bersifat menyeluruh" (HR Tabrani).
Quraish Syhab mengungkapkan sebuah
hadis dalam Logika Agamanya
“Seorang
mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan bersabar menghadapi gangguan, lebih
baikl daripada yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak bersabar menghadapi
dangguan mereka” (H.R. Ahmad)[9]
Puncak dari ajaran sufi adalah upaya mendekatkan diri pada Allah,
intisarinya adalah munculnya kesadaran akan adanya hubungan atau
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhannya. Untuk sampai ke tahap puncak kesatuan dengan yang haq (benar), sufisme mengajarkan tahapan-tahapan atau tingkatan-tingkatan jalan menuju ke kebenaran hakiki.
intisarinya adalah munculnya kesadaran akan adanya hubungan atau
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhannya. Untuk sampai ke tahap puncak kesatuan dengan yang haq (benar), sufisme mengajarkan tahapan-tahapan atau tingkatan-tingkatan jalan menuju ke kebenaran hakiki.
Tingkatan tersebut yaitu takhalli, upaya untuk menjauhkan diri dari
berbuat buruk dan kejahatan atau berbuat dosa, kemudian tahalli, upaya
menghiasi kehidupan dengan perbuatan baik, terakhir tajalli, puncak
dari kesucian hati dan jiwa sehingga menyatu dengan sifat-sifat Tuhan
dalam bertindak dan berbuat dalam kehidupan sesama.
berbuat buruk dan kejahatan atau berbuat dosa, kemudian tahalli, upaya
menghiasi kehidupan dengan perbuatan baik, terakhir tajalli, puncak
dari kesucian hati dan jiwa sehingga menyatu dengan sifat-sifat Tuhan
dalam bertindak dan berbuat dalam kehidupan sesama.
Upaya membersihkan hati adalah kata kunci untuk menanamkan cinta dan perdamaian
bagi sufisme Islam. Toleransi, rasa saling menghargai,
saling menghormati, tolong menolong dan bersikap inklusif atas sesama
paham dan ajaran hanya bisa direngkuh dengan semangat cinta, yaitu
cinta kepada Tuhan yang kemudian termanifestasi pada perilaku yang
mengarah pada cinta akan kedamaian antarsesama dalam kehidupan dunia.
Bagi sufi, ideologi kekerasan lahir dan muncul dari hati yang kotor,
yang jauh dari kata cinta, sehingga membentuk psikologi dan pemikiran
yang mengarah pada tindakan-tindakan buruk, keras dan jahat.
saling menghormati, tolong menolong dan bersikap inklusif atas sesama
paham dan ajaran hanya bisa direngkuh dengan semangat cinta, yaitu
cinta kepada Tuhan yang kemudian termanifestasi pada perilaku yang
mengarah pada cinta akan kedamaian antarsesama dalam kehidupan dunia.
Bagi sufi, ideologi kekerasan lahir dan muncul dari hati yang kotor,
yang jauh dari kata cinta, sehingga membentuk psikologi dan pemikiran
yang mengarah pada tindakan-tindakan buruk, keras dan jahat.
Dalam konteks sufi, upaya mencegah perbuatan jahat hanya boleh
dilakukan dengan mulut dan tangan tanpa melibatkan hati. Sebab hati
adalah faktor utama pengambil sikap perilaku dan tindakan manusia.
Jika hati manusia bersih maka dengan sendirinya tindakan dalam bentuk
kejahatan ucapan maupun tindakan akan terhindarkan. Oleh karenanya,
sufisme mengajarkan bahwa hati seharusnya hanya melihat persoalan yang
terjadi sebagai takdir Tuhan.
dilakukan dengan mulut dan tangan tanpa melibatkan hati. Sebab hati
adalah faktor utama pengambil sikap perilaku dan tindakan manusia.
Jika hati manusia bersih maka dengan sendirinya tindakan dalam bentuk
kejahatan ucapan maupun tindakan akan terhindarkan. Oleh karenanya,
sufisme mengajarkan bahwa hati seharusnya hanya melihat persoalan yang
terjadi sebagai takdir Tuhan.
Pelibatan hati dalam berbagai penyelesaian persoalan hanya akan
membawa pada kemarahan dan kekerasan. Hal ini karena hati manusia
masyarakat modern masih dipenuhi dengan kotoran, sehingga sangat jauh
dari kesucian dan kelembutan sentuhan cinta dan kasih sayang. Sebab,
hanya dengan cinta dan kasih sayanglah kedamaian untuk diri pribadi
seseorang bisa didapatkan sekaligus kedamaian untuk alam semesta[10].
membawa pada kemarahan dan kekerasan. Hal ini karena hati manusia
masyarakat modern masih dipenuhi dengan kotoran, sehingga sangat jauh
dari kesucian dan kelembutan sentuhan cinta dan kasih sayang. Sebab,
hanya dengan cinta dan kasih sayanglah kedamaian untuk diri pribadi
seseorang bisa didapatkan sekaligus kedamaian untuk alam semesta[10].
Dapat kita simpulkan bahwa ajaran Mother Teresa tentang kasih sayang
manusia terekam jelas dalam inti ajaran Islam, dan kita semua yakin tidak ada
agama di dunia ini yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk saling membunuh.
Pendapat Islam Tentang Bunda Teresa
Di antara ulama Islam ada yang tegas
menyatakan Bunda Teresa masuk surga beliau adalah Murthadha Muthahhari
seorang Guru besar
Unversitas Teheran,Arsitek
Republik Islam Iran, dalam satu karyanya yang mendapat penghargaan UNESCO
PBB, dalam bukunya
yang berjudul ”Mestikah
Bunda Teresa Masuk Neraka”?
“jika
manusia diciptakan untuk
dimasukan kedalam api neraka atau
jika akhir kediaman
kebanyakan manusia adalah neraka
maka seseorang harus
menerima bahwa murka tuhan menggantikan kasihnya”
Apakah karena beliau bukan muslim, tapi seorang non muslim yang mengabdikan
dirinya pada manusia yang papa dan tidak
dipedulikan sepanjang hidupnya yaitu pasien-pasien miskin
yang berpenyakit kusta,
harus masuk Neraka,
dan Segala perbuatan baiknya akan sia-sia. Beliau
memberikan kesimpulan pada dengan sebagai berikut:
- Keselamatan maupun kemalangan , keduanya memilki derajat dan tingkatan, apakah berkenaan dengan orang yang sama tingkatannya, maupun yang berbeda tingkatannya. Tingkatan dan perbedaan ini disebut derajat ”tingkatan naik: berkenaan dengan penghuni surga. Dan darakah ”tingkatan turun” berkenaan dengan penghuni neraka.
- Tidak berarti bahwa semua penghuni surga masuk surga sejak permulaannya, sebagaimana penghuni neraka juga tidak semuanya kekal didalamnya, kebanyakan penghuni surga adalah yang masuk surga setelah memjalani masa hukumannya terlebih dahulu, baik di alam barzah maupun di akhirat. Semua muslim non Syiah atau muslim syiah harus mengetahui bahwa anggapan ia mati dengan akdah yang benar, Jika Allah melarang dia berbuat dosa, zalim, jahat, maka ia melewati tahap-tahap sulit dan menderita dan beberapa dosa memiliki bahaya lebih besar dan mungkin menyebabkan seseorang berada selamanya dineraka.
- Orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan akhirat, umumnya tidak melakukan berbagai perbuatan dengan niat yang membuat amalnya naik menuju Allah, dan karena mereka tidak melakukan perbuatan baik dengan niat tersebut, mereka tidak keatas menuju Allah dan akherat. Jadi mereka tidak naik menuju Allah dan tidak mencapai surga. Karena mereka tidak bergerak kesana
- Jika orang-orang beriman kepada Allah dan Akherat serta melakukan perbuatan baik dengan niat mencari kedekatan dengan Allah, dan dilakukan dengan iklash, perbuatan mereka diterima Allah dan mereka berhak memperoleh pahala dan surga, baik mereka itu muslim atau pun Non muslim.
- Non Muslim yang beriman kepada Allah dan akherat serta melakukan perbuatan baik dengan niat memcari kedekatan dengan Allah, tetapi tidak beragama Islam sehingga terhalang dari menjalankan program ilahi, maka perbuatan baik mereka diterima selama sesuai dengan program ilahi, seperti berbagai bentuk pengabdian kepada mahluk Allah, tetapi amal ibadah tampa dasar tidak dapat diterimaa dan serangkai penyimpangan yang berasal dari tak tersediannya program yang sempurna.
- Diterimanya program baik apakah itu muslim atau bukan memiliki penyakit tertentu yang dapat merusak perbuatan baik tersebut, sumber segala penyakit adalah penolakan, pembakangan, keingkaran, kafir sengaja. Maka jika non muslim melakukan sejumlah perbuatan besar perbuatan baik dengan niat memdekatkan diri Kepada Allah,tetapi ketika kebenaran Islam dihadirka kepada mereka lalu mereka menolak dan membangkang serta mengabaikan kejujuran dirinya dan pencarian atas kebenaran, maka semua amal baiknya menjadi nihil dan sia-sia” seperti debu yang tertiup angin kencang pada suatu hari berangin kencang.
- Muslim dan semua muwahid (monoteis) yang benar, jika mereka berbuat tidak senonoh dan melanggar serta menghianati aspek praktis program ilahi, berhak mendapat hukuman yang sama dialam barzah dan pada hari keadilan, Dan adakalanya kerena beberapa dosa, seperti membunuh orang beriman tak berdosa dengan sengaja akan menerima hukuman yang abadi
- Perbuatan yang baik orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Pengadilan, bahkan orang orang yang memnyekutukan Allah, akan diringankan hukuman mereka dan adakalanya dihapus.
- Kebahagiaan dan kemalangan sehubungan dengan syarat-syarat aktual dan kreatif, bukan syarat-syarat konvensional dan buatan manusia[11]
Kesimpulan
Menurut hemat penulis semua manusia memang wajib untuk
menjaga perdamaian serta Hak Asasi Manusia, semua agama tegas menyatakan hal
ini, adapun masalah Bunda Teresa masuk Neraka atau tidak, perlu ditinjau ulang
kembali, kisah paman Nabi Muhammad saw. Abu Thalib yang tetap ditetapkan Allah
sebagai penghuni neraka, meskipun perbuatannya selama hidupnya melindungi Nabi
Muhammad dari siksaan Quraiys. Yang menjadi asbabun nuzul dari ayat
pelarangan kaum mukmin untuk mendoakan kerabatnya yang kafir meninggal dunia[12]. Akan
tetapi, surga adalah milik Allah, manusia tidak mempunyai otoritas untuk
memasukkan manusia ke dalam surga atu neraka. Wallahu a’lam
Daftar Rujukan
Biografi Bunda teresa (online) http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/03/biografi-bunda-teresa.html
diakses pada tanggal 28 Desember 2009 Pukul 15.00
Greene,
Mag. Mother Teresa A Biography. (London : Green Wood Press 2004)
Liza, Dr. Kaji pemikiran cak Nur (Makalah). Pasca
Sarjana Stain Cirebon 2007
Kurnia. R. S, Terpanggil
Bagi Kaum Miskin: Kisah Singkat Pelayanan Bunda Teresa (online) http://biokristi.sabda.org/terpanggil_bagi_kaum_miskin_kisah_singkat_pelayanan_bunda_teresa.
disunting pada tanggal 26 Desember 2009 pukul 15.00
Louise Chipley Slavicek, Mother Teresa Caring For the
World’s Poor (New York : Chelsea House 2007)
Muhamad Ridha, Muhamad Rosulullah, (Darul Kutub
Al-Islamiyyah)
Moh. Yasin, Merajut Perdamaian Lewat Sufisme (Online) (http://icasjakarta.wordpress.com/2009/01/12/merajut-perdamaian-lewat-sufisme)
di akses tanggal 10 Januari 2010
Quraish Shihab, Logika
Agama. (Jakarata : Lentera Hati 2005)
[1] Louise Chipley Slavicek, Mother
Teresa Caring For the World’s Poor (New York : Chelsea House 2007) Hal. 1
[2] Kurnia. R. S, Terpanggil Bagi Kaum
Miskin: Kisah Singkat Pelayanan Bunda Teresa (online) http://biokristi.sabda.org/terpanggil_bagi_kaum_miskin_kisah_singkat_pelayanan_bunda_teresa.
disunting pada tanggal 26 Desember 2009 pukul 15.00
[5] Biografi Bunda teresa (online) http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/03/biografi-bunda-teresa.html
diakses pada tanggal 28 Desember 2009 Pukul 15.00
[6]
Louise Chipley Slavicek. ……… Hal.
38
[8]
Tigabelas Pesan
Bunda Teresa (online) http://pendakigunung.wordpress.com/2009/10/15/tiga-belas-pesan-bunda-teresa/
diakses pada tanggal 29 Desember 2009 Pukul 09.43
[9]
Quraish Shihab, Logika Agama. (Jakarata : Lentera Hati 2005) hal. 172
[10] Moh.
Yasin, Merajut
Perdamaian Lewat Sufisme (Online) (http://icasjakarta.wordpress.com/2009/01/12/merajut-perdamaian-lewat-sufisme)
di akses tanggal 10 Januari 2010
[11]
Liza, Dr. Kaji pemikiran cak Nur (Makalah). Pasca Sarjana Stain Cirebon
2007. Hal. 29-30
[12] Bunyi ayatnya adalah “wa ma kana
linabiyyin walladzina amanu an yastaghfiru llmusyrikina walau kanu uli qurba……”
Lih. Muhamad Rosulullah, Muhamad Ridha (Darul Kutub Al-Islamiyyah)
Hal. 135
0 Komentar