"Pak ayo ku ajak naik gunung..." ajaknya tiba-tiba bersemangat.
"Gunung mana se??" selidikku sambil mengernyikan dahi.
"Lawu pak, Magetan" jawabnya makin semangat
"Hmmmmmm.... Gimana ya???" jawabku ragu.
"wes to pak, entar aku antar ke rumah Ana......" bujuknya, sambil menggoyang-goyang pundakku ke kanan dan kiri...
"yang benar nih....??" Tanyaku dengan nada agak tinggi "Kapan kita berangkat???" kataku sambil melihat matanya yang berbinar melihat perubahan sikapku.
"Rabu, kita ke rumah Fauzi kita ngumpul di sana, ku dah ngontak Salim kemarin... OK???"
"OK tapi ingat tujuan utamaku ikut kamu....." kataku mengingatkan sambil menyungging senyum
"Siiiiiiiiip nanti sore kita cari persiapannya ya..." ajaknya
"ya" semangtku berkobar namun masih tetap berbaring, menikmati empuknya kasur lipat bermotif bunga itu.
"ALLLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR!!!!!!!" terdengar suara adzan begitu keras memecah suasana istirahat, "duk duk duk" ku merasakan pinggangku ditendangi oleh Nur yang juga teman satu kamarku, memang dia sering mengingatkan aku waktu salat tiba meskipun sambil menganiyaya.
"bangun bangun!!!" teriaknya padaku sambil memasang muka pura-pura marah.
"haaaaaaaaaaaaaahhhhm iya iya weeeeeeeekkkkk" jawabku sekenanya
***
"pak kita kekurangan satu alat...." Katanya kebingngan.
"apa to????" jawabku.
"senter" lanjutnya sambil membolak balik isi almari
" walah senter gitu aja kok bingung" sanggahku
"barang nek disepelekne ki mesti dadi perkoro" nasihatnya, senyumnya tampak jelas ketika dia mengatakannya.
"hmmmmm sejak kapan jadi kiai pak lek???" candaku.
"menurut pengalamanku hidup duapuluh satu tahun di dunia hehehe" katanya bangga menirukan kata-kata yang pernah aku ucapkan setahun lalu.
Akhirnya susah payah kami pun mendapatka senter korek gas kecil, "moga cukup terang untuk menjaga perjalanan kami nanti" katku penuh harap.
***
Hari ini hari Kamis cuaca terlihat mendukung hari in, tak terlihat mendung menutupi birunya langit, kita akhirnya berangkat, gulungan matras tampak jelas di bagian bawah tas temanku.
"Ngeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeng" suara motor menderu hebat. Ketika aku melirik speedo meter terlihat jarum speedo menujukkan angka 95 km/h. Sampai aku tidak dapat menutup kedua bibirku. Bis, Truk Gandeng, Bahkan Bus SK terkenal paling cepat yang sedang parkir pun kami lewati.
Madiun telah terlewati, kini kami banting setir ke kanan menyebrang jalan raya memotong jalur melewati jembatan bekas kereta api, masih terlihat gagah walaupun merupakan bangunan bekas penjajah colonial bahkan di desaku ada bangunan menara bekas pabrik Gula setinggi 50 m, tetap utuh hingga sekarang. Tidak seperti bangunan-bangunan yang baru, namun terlihat cepat rapuh bahkan runtuh seperti bangunan zaman sekarang sekarang.
Terlihat sesosok pemuda gagah berdiri di pinggir jalan menunggu kedatangan kami di depan rumahnya.
"Itu dia" kata kami serentak.
"Slamat datang Bos.....! gimana kabarnya?? Monggo pinarak" sambutnya, kami memarkir motor kami di garasi samping rumahnya, kemudian duduk di ruang tamu.
"Gimana??" Kata Fendy membuka pembicaran.
"Siap bos... ntar sore kita cari bekal yang banyak besok habis jumatan kita berangkat. Gimana???" jawabnya.
"OK mission ini possible" kata Fendy kemudian disusul dengan tertawanya yang renyah. Tiba-tiba seorang ibu setengah baya yang ternyata adalah ibu Fahri dating menyalami kami, beliau bertanya pada kami asal dan tujuan kami,
"hati-hati mas di Lawu" nasihatnya
"Di sana ada suatu tempat yang disebut dengan Pasar Dieng itu tempat jual beli para dedemit seantero pulau Jawa. Kemarin ada orang yang celaka karena menemukan uang di situ dan dibawa pulang, beberapa hari kemudian si penemu uang tersebut sakit dan........" potong beliau "Dan apa bu.....???" Tanya kami penasaran.
"meninggal dunia, ini sering terjadi, maka janga macam-macam disana, kalian selamat itu sudah cukup bagiku"
0 Komentar