Presidium Alumni 212 pada tanggal 18 Juli kemarin, telah
mendeklarasikan sebuah partai baru. Layaknya sebuah komunitas yang
selalu menepis anggapan bahwa mereka bukan sebagai gerakan politis tentu
deklarasi ini menuai banyak cibiran baik dari intern presidium apalagi
dari luar mereka. Ada yang mendukung deklarasi ini adalah sebuah gerakan
perjuangan menegakkan syariah, ada pula yang tersenyum gembira
dikarenakan hipotesis demo berjuta-juta kemarin merupakan murni gerakan politik adalah sebuah fakta.
.
Hizbut Tahrir, nama yang sebenarnya juga berarti partai dalam bahasa
Indonesia juga mewacanakan hal yang sama, lebih jauh, gerakan yang
digagas Taqiyuddin An-Nabhani ini mewacanakan terbentuknya sebuah
kepemimpinan tunggal umat Islam di bawah naungan khilafah. Gerakan yang
menentang wacana ini sudah pasti terjadi, Indonesia bukan satu-satunya
negara yang menentang hal ini, tercatat sudah 21 negara yang mengecap HT
sebuah organisasi terlarang.
.
Pelarangan Hizbut Tahrir bukan tanpa alasan. Sebut saja Hizb (partai) akan tetapi mereka enggan diterjemahkan sebagai 'partai' yang dengan konsekuensi mengikuti alur birokrasi parlementer. HT yang nyata-nyata ingin berkuasa tapi tidak ingin mengikuti alur politik yang disediakan masing-masing negara. Maka jalan satu-satunya adalah lewat 'pintu belakang', menggulingkan kekuasaan, atau hanya ber-masirah-masirah di jalan raya dengan mengibarkan panji hitam dan putih mereka. Sampai kapan?
.
Jika Partai Syariah yang digagas presidium alumni 212 mengikuti alur birokrasi yang resmi disediakan oleh negara, mengikuti konsekuensi hukum yang berlaku. Berjuang dengan fair untuk menegakkan syariah yang mereka junjung tinggi, maka ini menjadi gerakan yang patut diberikan apresiasi. Ini menunjukkan fair play yang mereka mainkan. Entah nanti pada akhirnya mereka terbukti mampu secara sempurna mengayomi masyarakat atau sebaliknya banyak yang tertangkap OTT KPK misalnya. Kita tunggu saja Partai Syariah ini, apa mereka lewat pintu depan atau belakang.
Ponorogo, 19717
.
Pelarangan Hizbut Tahrir bukan tanpa alasan. Sebut saja Hizb (partai) akan tetapi mereka enggan diterjemahkan sebagai 'partai' yang dengan konsekuensi mengikuti alur birokrasi parlementer. HT yang nyata-nyata ingin berkuasa tapi tidak ingin mengikuti alur politik yang disediakan masing-masing negara. Maka jalan satu-satunya adalah lewat 'pintu belakang', menggulingkan kekuasaan, atau hanya ber-masirah-masirah di jalan raya dengan mengibarkan panji hitam dan putih mereka. Sampai kapan?
.
Jika Partai Syariah yang digagas presidium alumni 212 mengikuti alur birokrasi yang resmi disediakan oleh negara, mengikuti konsekuensi hukum yang berlaku. Berjuang dengan fair untuk menegakkan syariah yang mereka junjung tinggi, maka ini menjadi gerakan yang patut diberikan apresiasi. Ini menunjukkan fair play yang mereka mainkan. Entah nanti pada akhirnya mereka terbukti mampu secara sempurna mengayomi masyarakat atau sebaliknya banyak yang tertangkap OTT KPK misalnya. Kita tunggu saja Partai Syariah ini, apa mereka lewat pintu depan atau belakang.
Ponorogo, 19717
0 Komentar